Tuesday, September 18, 2007

satu windu







-The Art of Marriage by Wilfred Arlan Peterson-

Happiness in marriage is not something that just happens.
A good marriage must be created.


In the Art of Marriage, the little things are the big things:


It is never being too old to hold hands.
It is remembering to say “I Love You” at least once every day.
It is never going to sleep angry.
It is at no time taking the other for granted;

the courtship should not end with this day,

it should continue through all the years.


It is having a mutual sense of values and common objectives.
It is standing together facing the world.
It is forming a circle of love that gathers in the whole family.


It is doing things for each other, not in the attitude of duty or sacrifice,

but in the spirit of joy.
It is speaking words of appreciation, and demonstrating gratitude in thoughtful ways.
It is not looking for perfection in each other.
It is cultivating flexibility, patience, understanding, and a sense of humour.


It is having the capacity to forgive and forget.
It is giving each other an atmosphere in which each can grow.
It is a common search for the good and the beautiful.


It is establishing a relationship in which the independence is equal,
dependance is mutual, and the obligation is reciprocal.


It is not only marrying the right partner, it is being the right partner
.


di satu windu pernikahan 19 sept 1999 - 19 sept 2007

Labels:

Monday, September 17, 2007

si pitung dalam hidupku





ini masih tentang ayah...

dari dulu saya ingin sekali menuangkan cerita tentang ayah. kesehariannya, hidupnya, dan segala yang melekat dan terus ada di benak saya...


ayah adalah seorang Guru. dari semenjak ia memulai mencari nafkah sebelum menikah dengan mamah, ayah sudah berprofesi sebagai guru. Dari mengajar murid murid tingkat sekolah Dasar, SMP, tingkat SMA sampai saat ia sempat diminta menjadi dosen sebentar. Entah karena ia cinta mengajar atau memang hanya itu bidang yang terlanjur ia tekuni, ayah saya tak pernah berganti profesi hingga ia memasuki masa pensiun.


Mata pelajaran yang diajarnya, lucunya, tak pernah berganti, Matematika.

Jadi seumur hidupnya, ayah hanya pernah mengajar matematika. mungkin itu sebabnya mengapa saya juga jadi memilih jurusan matematika jadi pilihan kedua saat saya ikut umptn dan akhirnya masuk di jurusan itu :)


Ya, ayah saya seorang guru matematika, dan dari seluruh masa tugasnya sebagai guru selama kurang lebih 40 tahun, mayoritas waktunya bertugas mengajar murid murid STM.... iya itu Sekolah Teknik Menengah yang dulu buat saya kesannya sekolah yang anak anaknya lebih preman dari sekolah laen, :p ini memang prejudice sekali tapi mungkin karena kebanyakan muridnya cowok, jadinya tiap kali kalau ada keperluan dan terpaksa dibawa ayah ke STM tempatnya mengajar, saya selalu mengkeret , dalam bayangan saya waktu itu kayaknya murid murid ayah seram seram dan badung... padahal mungkin karena waktu itu saya masih kecil dan mereka suka berteriak teriak meledek ledek sampe saya mau nangis....


terus salah satu sebab mengapa saya berpikiran mereka seram ,saya rasa karena dulu, saya masih inget sekali, sering kali ketika ayah sudah pulang dari mengajar dan sedang istirahat di rumah, tiba tiba ada orang dateng ke rumah(waktu itu rumah kami belum pasang telpon, apalagi hand phone), orang itu memberi tahu ayah :

"Pak Hasan, tolong ke kantor polisi jatinegara pak"
ayah saya sudah maklum biasa nya kalo ada panggilan seperti itu, pasti lanjutannya :
"murid bapak ditangkap, tawuran"

selalu lah ayah dengan sabarnya dateng ke kantor polisi dengan motor vespanya, mengurus persoalan murid-muridnya....

kalo dipikir pikir, kenapa dulu kalo ada anak berantem trus diciduk polisi, kok wali kelasnya yang disamperin ke rumah ya bukan orang tuanya ??? (garuk garuk kepala bingung)....

atau sering juga ayah tertahan pulang larut malam, karena sekolah STM tempatnya mengajar itu dikunci dan dijaga polisi, tak ada yang boleh keluar dari gedung itu, karena ada issue, akan ada penyerbuan dari STM laen, weleh welehhhh.... kayak jaman perang ajaa... truss adaaaa aja tuh tiap minggu kasus tawuran murid murid ayah, gimana saya ga takut ama anak anak STM waktu itu hehehehe....

saat akhirnya rumah kami tersentuh teknologi bernama telepon, panggilan panggilan ke kantor polisi atau harus balik ke sekolah disampaikan lewat telpon, nah, kalo yang ini lebih aman, saya bisa berbohong dan bilang kalau ayah belum pulang, padahal ayah sedang mandi. Habis, tiap kali ayah saya berurusan dengan kantor polisi dan mengurus tawuran, saya selalu khawatir dan deg-deg an, takut ayah ikutan celaka,... ternyata sejak kecil pun saya udah parno an, pantesan sekarang setelah punya anak dapet julukan ibu paling parno sedunia :)....

tapi belakangan akhirnya saya tau, murid murid ayah bukan preman seperti bayangan saya, mereka ternyata kelahi bukan karena mereka badung, mereka kelahi cuma karena hobby dan mengisi waktu luangwekekekekek.... ngarang dingg..., nggak tau lah, jaman itu kayaknya emang lagi musim aja kali tawur tawuran.....

untung ayah saya bukan orang yang panik-an, mungkin sebagai orang betawi ayah punya darah si pitung hehehe, atau udah kelewat biasa nanganin murid murid yang ajaib itu, jadi ayah selalu bisa cerita dengan santai dan tertawa tentang murid muridnya itu. kalau di sekolah sih kayaknya ayah saya cukup terkenal galak, apalagi ayah berbadan tidak kurus dan berkumis hehehe.... jadi cukup banyak pentolan pentolan murid badungnya yang mengkeret kalo udah di bentak sama ayah...

hal laen yang saya inget dari ayah, ayah senang sekali bawa buah tangan kalo pulang mengajar. yang paling sering dibawa adalah roti lauw. tiap hari pasti adaaa aja yang dibawa. kami anak anaknya sebenernya kadang tidak berharap ayah bawa oleh oleh tiap hari, apalagi kalau sudah tanggal tanggal tua, tau sendiri gaji seorang guru yang harus menghidupi istri dan 5 anak, kita tau lah bagaimana ayah dan mamah pusing setiap bulan,........


tapi itulah ayah....

sesulit apapun keadaan keuangannya, ayah selalu ingin memberi, kadang jadinya ayah sangat royal dan terlihat 'kumaha engke" kalo ama uang, pokonya kalo ada uang, langsung dibeliin apa buat anaknya, atau kalau ada tukang tukang lewat di gang depan rumah, tukang tape misalnya, walaupun kita tidak ada yang sedang ingin tape, ayah selalu memanggil dan membeli, kata ayah :"kasiyan tukang tapenya kalo nggak dibeli nanti mikulnya berat, trus nggak dapet uang buat bawain oleh oleh buat anaknyaaa..."

itu satu yang saya kagumi dari ayah, ayah selalu ingin menyenangkan orang lain dan selalu mengajarkan untuk memberi pada orang lain, no matter how sbenernya keluarga kami juga bener bener kekurangan....


ada satu lagi kejadian yang sampai sekarang saya tak pernah lupa... suatu hari saudara mamah saya datang dari dari kampung, mampir di rumah ... menceritakan kesulitan keuangan keluarganya.... , meraka, ayah mamah dan saudara kami itu ngobrol hingga malam cukup larut, saat itu kemudian saya dan adik-adik pergi tidur ke kamar ayah, lalu ayah masuk kamar, saya terbangun tapi tidak terlalu jelas melihat ayah sedang apa karena lampu kamar tidak dinyalakan, ketika saya mendekati ayah, untuk melihat ayah sedang apa, ternyata ayah sedang mengorek celengan, lalu membongkar isi laci laci mencari cari uang, sampe akhirnya menebok celengan ayam jagonya. dan semua uang yang di coba dikumpulkannya itu buat saudara kami itu yang setelah itu pamit pulang, saya ingat saya menangis saat itu, saya masih kelas 6 es de, tapi saya bisa merasakan kesedihan yang tampak di raut muka ayah karena tak punya uang yang cukup, untuk menolong orang, dan untuk keluarga sendiri hingga sering harus berhutang,.....

lepas dari kegalauan yang sering tampak di wajahnya, ayah adalah pahlawan kami nomer wahid, ayah selalu siap membela saya dan kaka/adik saya kalau kalau ada yang menjaili, jadi suatu hari, saya diteriakin sama anak anak badung kampung saya : "mirna kecil!! mirna keciill !!! weeeeee", sebenernya sih nggak ada yang salah dengan itu, itu fakta, karena waktu jaman esde sampe es empe emang badan saya masya Allah kurus dan kecilnya,... (sekarang aja jadi menggembung..- bener deh saya dulu mungil dan langsing loh :p), tapi dasar naluri orang tua nggak mau anaknya dijelek2in kekekekeke, langsung aja begitu ayah saya denger, beliau keluar dari rumah,sambil cuma pake kaen sarung dan kaos singlet ehh anak anak itu di samperin trus ditanya, :"siapa yang ngatain anak saya kecill????!!!!" gitu dan pasti cukup garang lah buat ukuran anak anak smp walopun anak badung sekalipun, ngacir lah mereka tunggang langgang kekekekeke, horeeeeeee saya bersorak sorak saat itu dalam hati, walopun takut juga abis gitu kalo saya pulang les trus ketemu mereka pas ayah lagi nggak ada, pasti saya abis di jailin .... tapi sejak itu tak ada yng berani menjaili saya, karena ayah akan menunggu di pintu teras atau diujung gang kalau kalau ada yang berani nakal pada saya.
laen lagi crita waktu saya dapet kesempetan tampil di tv di acara cerdas cermat tingkat es de, ayah semangat sekali dan terlihat bangga sekali anaknya mau masuk tipi, semua uwak uwak encang encang bibi dibilangin, trus di acara cerdas cermat itu kan selalu ada pertanyaan mengenai menebak judul lagu wajib atau lagu daerah, waktu saya ketakutan karena ngerasa ga pernah bisa nebak lagu dengan bener, kata ayah kepada saya : "tenang aja, yang maen piano itu ibu meynar, temen ayah, nanti ayah bilangin suruh yang gampang gampang.... " hehehe ayah, ayah... sampe sekarang saya tidak pernah tau, ibu meynar itu beneran temen ayah kah, atau ayah cuma nenangin saya?? soalnya emang soal lagu yang keluar waktu itu nggak susah hihihihi....


kenangan waktu es em pe yang juga amat sangat melekat, adalah , -yakin, abis baca ini saya pasti diketawain dan dicerca cerca......-
pernah suatu hari, ayah saya pulang mengajar, tau tau ayah memberi majalah "gadis" buat saya... itu pertama kalinya ayah membelikan saya majalah gadis, biasanya saya punya majalah itu nabung uang saku sendiri,.... yang lucu , sambil ngasih ayah bilang begini :

"ini ayah beli di lampu merah tadi, foto sampulnya mirip sama kamu, alisnya tebel seperti kamu"


kalian boleh tertawa, tapi saat itu saya terpana, entah naluri kebapakan seorang ayah yang membuat ayah melihat gadis di sampul majalah itu mirip saya atau memang ayah hanya ingin membercandakan saya, tapi saya girang campur haru,hati saya bahagia sekali , 1. karena dibilang mirip sampul majalah, 2. karena saya nggak perlu menyisihkan uang saku buat majalah gadis minggu itu. setelah itu majalah itu selalu saya simpan baik-baik dan kalo tidak ada orang, saya terus menerus memandangi sampul majalah itu :), saya masih inget jelas sampai sekarang, sampul itu bergambar seorang gadis berbaju kuning dengan alis tebal, nama artis di sampul itu :..... .... ah, lebih baik saya tidak tulis namanya daripada saya jadi bulan bulanan :p.....


ayah suka sekali puisi, ia juga gemar sekali menulis -tidak dengan mesin ketik, apalagi komputer, tetapi dengan tulisan tangannya yang sangat rapih dan bagus... ayah punya beberapa buku tulis yang isinya tulisan tangannya, ada puisi, materi ceramah, atau salinan puisi karya penyair besar...

salah satu puisi kesukaan ayah adalah karya asrul sani, entah apa judulnya, tapi saya selalu dengar ayah bersajak :


Pergi ke laut lepas anakku sayang...............
Pergi ke alam bebas....
Selama hari belum petang
dan warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau

Jika bayang telah pudar
dan elang laut pulang ke sarang
dst...dst....

begitu cuplikannya. saya selalu senang mendengar ayah membaca puisi

bahkan saking senangnya akan puisi dan menulis, waktu saya ikut lomba menulis puisi di sekolah, ayah mengarangkannnya buat saya dan saya menang,.. duh jangan dilaporin ya ke panitia, itu kan saya dulu masih kecil trus disuruh ngarangnya dirumah, jadi ayah saya mbantuin, mungkin peserta laen juga begitu, weeekkk -membela diri mode on- lagiyan jurinya masak gatau siy karya anak es de ama karya bapak bapak kekekekek.... trus hadiah nya cuman buku tulis kok, jadi nggak usah di sue yaaa....


sejalan dengan beriringnya waktu, semua anaknya berangsur besar, saat usia ayah menginjak 45 tahun, ayah didiagnosa mengidap diabetes, sejak itu ayah harus rutin mengecek gula darah dan harus meminum obat setiap hari,..... sebagai pegawai negeri, ayah dapat melakukan pemeriksaan dan menebus obat-obat nya itu melalui askes, namun itu hanya bisa dilakukan melalui puskesmas lalu nanti mendapat rujukan ke rumah sakit pemerintah. setiap bulan ayah harus datang ke puskesmas, mengantri di antrian yang selalu panjang, baik untuk konsultasi maupun untuk menebus obat, saya , mamah, kakak atau adik adik saya akan bergantian mengantar ke puskesmas, tapi sering kali ayah pergi sendiri karena tak selalu kami sempat mengantar ayah,... walaupun letih, seingat saya, ayah tak pernah mengeluh masalah antrian yang buat saya benar2 mengesalkan itu. malah pulang dari puskesmas, lagi lagi ayah akan membawa oleh oleh yang dibelinya saat ia jalan kaki dari puskesmas itu. kalo dari puskesmas, oleh oleh ayah adalah pisang sereh satu sisir :)...

tentu saja dibalik sifat sifat yang menurut saya sangat mengesankan dari ayah, sebagai manusia ayah tak lepas dari kekurangan, pernah ada satu masa dimana mendung kelabu memayungi keluarga kami.. namun Alhamdulillah, semua itu akhirnya terlewati, dan bagi saya ayah tetap pribadi yang pada dasarnya sangat baik.... cinta dan hormat saya tetap utuh untuk beliau.
waktu saya lulus smp, ayah ingin sekali saya masuk sma 8, kata ayah biar saya bisa masuk ui, karena kalo saya masuk universita swasta, ayah tak akan sanggup membiayai saya... saking semangatnya, ayah bolak balik mengajak saya melihat ke sma 8, dan karena smp saya di jakarta timur, jadi harus pindah rayon, ayah mondar mandir kesana kemari mengurus semua dokumen pindah rayon itu. ketika akhirnya saya diterima masuk sma 8, ayah dengan semangat mengantar saya tiap pagi ke sekolah dengan motor vespanya, beberapa hari setelah ayah mengantar, melihat banyak teman saya banyak diantar naek mobil, sempat ada rasa malu dalam hati mengapa saya hanya diantar ayah naek motor. keliyatannya ayah mengerti perasaan saya, tapi beliau masih ingin tetap mengantar saya, untuk itu ayah menurunkan saya tidak di depan gerbang sekolah, tapi agak jauh supaya saya tidak merasa malu. Ah Ayah, maafkan aku saat itu, aku pasti membuat sedih perasaanmu... kalau saja dapat kuputar waktu, aku ingin mengatakan betapa aku bangga padamu, aku tak perlu merasa malu karena engkau ayah yang terbaik bagi ku.....
selepas sma 8, sesuai harapan ayah, saya Alhamdulillah bisa masuk ui, hingga ayah tak perlu pusing mengenai biaya kuliah di swasta, (waktu itu spp kuliah di ui masih sangat murah sekali) ayah memeluk saya erat ketika saya tunjukkan nama saya ada di koran pengumuman hari itu..... lulus kuliah dan pertama kali saya diterima bekerja juga jadi saat yang membahagiakan buat ayah.... tiap hari ayah akan bertanya mengenai boss saya, pekerjaan saya.....

lalu waktu terus berjalan, ketika akhirnya saya menikah, moment dimana saya meminta ijin pada ayah untuk menikah merupakan saat yang sangat membuat saya haru hingga saya menangis dan tersendat sendat membacakan kalimat mohon ijin itu, meskipun sebelumnya saya sudah berkali kali di nasehati dengan tegas oleh tukang rias saya supaya saya tidak menangis, karena akan merusak dandanan saya, saya tak peduli karena saya tak dapat menahan air mata itu mengalir dari mata saya (ihhhh, tukang rias tuh mikirinnya emang riasan doang siy yaaa ;p). Saat menjawab permintaan ijin saya, ayah pun menitikkan air mata... Ayah, kalau belum pernah kusampaikan padamu, terimakasih atas doa dan ijinmu pada kami, kuyakin doa menyertai restu dan usapan tanganmu di kepalaku hari itu....

hari hari setelah itu saya tak lagi tinggal serumah dengan ayah, waktu saya tak lagi seluang sebelumnya, namun seperti biasa, ayah tetaplah seorang ayah yang tak pernah menuntut kami untuk begini begitu... jika saya kebetulan menginap di rumah ayah, yang waktu tak kulakukan secara rutin, ayah tetap bercerita dengan semangat tentang banyak hal, saat itu ayah sudah memasuki usia pensiun...

waktunya lebih banyak dihabiskan dengan berkebun, menulis, membaca,....

menjelang keberangkatan mamah ke tanah suci, dua hari sebelum hari wafatnya, kami berkumpul di ruang keluarga rumah ayah, ayah terlihat sangat sehat hari itu, ia memimpin doa untuk mamah agar diberi kesehatan menjalankan tugas di tanah suci, kalimat terakhirnya saat kami berkumpul sekeluarga saat itu, adalah pesan dan permintaan khusus kepada mamah, untuk memaafkan kelima anaknya, -saya dan empat saudara kandung saya-, jika kami mempunyai salah kepada mamah.... agar mamah mengikhlaskannya..


saya sempat tersentak dalam hati, mengapa ayah berpesan seperti itu, sudah berkali kali mamah berangkat menjalankan tugas sebagai pembimbing haji, namun baru kali ini pesan ayah seperti itu.

sempat terpikir apakah ayah mempunyai firasat kalau mamah tak akan kembali.... sempat khawatir bahwa mamah akan mengalami hal yang tidak kami inginkan,.....

namun ternyata pesan itu darinya, firasat itu untuk kepergiannya...

keesokan harinya sepulang mengantar mamah ke bandara soekarno hatta, papah menginap di rumah kaka dan terlihat sehat sekali, hanya satu malam menginap , ayah kembali kerumah, ayah lalu pergi lagi sendiri ke pertokoan sebelah gang rumah kami, ingin membeli obat sakit kepala,
menurut tetangga yang melihat, tiba tiba ayah jatuh dan langsung ditolong dibawa dengan taksi ke rumah sakit terdekat. namun saat di taksi pun kemungkinan ayah sudah menghembuskan nafasnya yang terakhir. begitu singkat, begitu cepat. meninggalkan shock dan duka yang dalam bagi mamah dan kelima anaknya...

ayah pergi saat istri dan semua anaknya tak ada di rumah dan tak ada di sampingnya. begitu baik nya ayah hingga saat pergi pun ia tak ingin merepotkan keluarganya...

Alfatihah untukmu ayah.... begitu banyak kenangan yang meski kutulis di berpuluh kali postingan tentangmu pun tak akan mungkin bisa teruraikan semua.... dan aku yakin, kaka mamah adik adik pun punya kesan mendalam dan cerita yang sama banyaknya tentang mu,....


selamat beristirahat, ayah, pahlawan hatiku, si pitung dalam hidupku.....












Labels:

Wednesday, September 12, 2007

Surat Untuk Ayah


Surat Untuk Ayah
( Jelang 1000 hari perpisahan )

Aku ingin menjadi teman
sepertimu untukku;
menjadi penyelamatmu
yang selalu senang hati kau lakukan untukku

aku ingin menjadi berarti untukmu,
setiap menit dalam setiap hari
seperti engkau telah berarti
dalam perjalanan panjang hidupku.

Aku ingin melakukan
hal besar dan menakjubkan untukmu;
mengusir kelabu dari langitmu
dan membuatnya tetap biru.

Mengatakan hal-hal baik
yang selalu kudengar darimu;
merasa bahagia
melihatmu menjadi bersemangat
seperti jiwaku penuh terisi olehmu

Jika aku boleh memohon,
aku tak ingin apapun kecuali
memberi seporsi penuh kebahagiaan
yang kau berikan untukku selama ini.

Aku ingin menjadi teman
sepertimu, untukku.


by my beloved sister, Anis.

====================================================================================

Selalu saja seperti ini, saat saat Ramadhan datang menjelang, rasa rindu pada ayah membuncah, ingin mencium tangannya, memijiti kakinya, menyiapkan sahurnya lalu mengingatkannya meminum obatnya, berjalan kaki bersamanya mengantarnya ke puskesmas dekat rumah.

Ingin mencarikan kacamatanya yang kadang terlupa entah di taro dimana agar ia bisa terus membaca, merapihkan kertas kertas berserakan saat ia menyiapkan ceramah tarawih yang selalu membuatnya semangat dan terlihat 'hidup', menantinya kembali dari mesjid sepulang sholat shubuh berjamaah dengan baju koko putihnya yang kantongnya selalu berisi seplastik pisang goreng jika sedang tak bulan puasa, rindu melihatnya menyiram tanaman-tanamannya di pagi hari........ lalu menyeruput kopinya yang berkali kali kami minta untuk dikurangi.... ingin berjalan bersamanya ke
warung ketupat sayur betawi kesukaannya di gang kecil di ujung jalan...

Ayah, ini Ramadhan ketiga engkau tak bersama kami, masih saja ku rasakan dekat kasih sayangmu menyelimuti setiap relung kalbuku. Beruntai doa kuhantarkan ke haribaan Illahi, agar IA menjagamu untukku.


1 Ramadhan 1428